“Ayana mah, sikembar sok ngiringan solat No”
“Wah hebat A :D”
Percakapan saya di akun facebook sekitar sebulan yang
lalu. Betapa segala urusan hanya Allah yang berhak menentukan. Lelaki itu
seorang ayah dari dua putri kembarnya, kami biasa memanggil mereka; Raka dan
Rai. Keponakanku yang jarang sekali bertemu, terhitung hari raya idul fitri
kemarin pertemuan terakhir kita.
Menjadi pagi yang berharap hanya mimpi. Sebab Minggu
subuh tadi, satu deringan telpon menanarkan air mata.
“Halo No, Bapak nuju aya?”
“Nuju dijamban, aya naon Om?”
“Wartoskeun ka Bapak, Rai putra A Zamzam ngantunkeun
ayna nuju di rumahsakit keneh”
****
Sejak bergelut di rumahsakit, sering saya lihat
kematian menjemput didepan mata. Mengawal kepergian nyawa dari menurunnya
tekanan darah, munculnya sesak berat, lantas lemah tak berdaya, hingga mereganglah
nyawa itu terbang ke langit oleh malaikat yang menjemput.
Di awal gelegar getar terasa ketika memperlakukan sebentuk
tubuh tak bernyawa sesuai tuntunan sunah Rosul. Membacakan kalimat istirja, menutup
kelopak mata, merapatkan bibir mengikat dagu sampai kepala menggunakan perban,
melipat tangan lalu meluruskan otot-otot kaki dan kembali mengikatnya. Berjalannya
waktu hal yang demikian seolah bukan menjadi hal yang tak biasa. Namun di
detik-detik itulah, terlihat betul kerja kerasa para petugas kesehatan. Dokter sampai
perawat yang berlari-lari, berpeluh keringat saat melakukan RJP (Resusitasi
Jantung Paru), komando-komando dokter pada perawat atau perawat dengan teman
sejawatnya disamping itu keluarga pasien yang berharap, berjalan-jalan
disekitar ruangan, memegang telpon guna menghubungi sanak saudaranya.
Tetaplah.. Allah Maha Berkehendak, takdir Dia yang
kuasa. Termasuk kepergian Rai yang mendahului kami semua keluarganya. Saya
dengan hati perempuannya yang melankolis menerawang bagaimana perasaan Ibu Rai,
mungkin beliau amat berharap ini hanya mimpi besok terbangun dan anak kembarnya
kembali bersama meramaikan seisi rumah. Pun dengan Raka, apa yang akan Ibu Rai
katakan jika kakaknya menanyakan keberadaan adiknya yang biasa bermain bersama.
Rai... semoga menjadi tabungan kedua orangtunya di
akhirat kelak. Ia yang belum terjamah dosa menjadi penolong orangtuanya di hari
akhir. Allah telah menyiapkan malaikat untuk mendampingi singgasana Rai atau
bidadari yang hangat dan halus perangainya sama dengan ibunya di dunia.
Mungkin bukan belas kasihan dari orang-orang yang
dapat mengeringkan sebersit luka di dada orangtua Rai tetapi do’a berisikan kesabaran
yang ampuh menguatkan. Hidup terus berjalan... semua yang terjadi telah menjadi
tulisan takdir...
Semoga Aa dan Teteh orangtua Rai mampu melewati
masa-masa ini.