Pages

Jemari dan Pena, Juli 2013

Rabu, 09 Oktober 2013







Puisi 1 Juli, 1 Juli 2013
; awal Juli di matamu

ingat kah sejak detik kapan aku hembuskan nafas bersama tetesan embun pagimu
ingat kah sejak detik kapan aku hempas lelah bersama semangat mentari siangmu
ingat kah sejak detik kapan aku rangkai cerita dipenghujung sore bersama siluet senjamu
dan tahu kan sejak detik kapan aku bisikkan namamu di hamparan sadjadah malammu

karena harapan berada dalam sejumput waktu, yang mengisi pergantian almanak dalam sebuah kisah dengan banyak kemungkinan tercipta.

Lalu, aku seolah terbawa dalam lingkaranmu menelusi angin tanpa nama pengiring kemudian tiba di perbatasan suka dan segenap rasa yang menyempurkan isi hati.

berjalan, tak aku lihat masa di belakangku
berlari, menggapi apa-apa yang harus aku siapkan untuk menerima jika hari itu tiba
dan sekarang aku lukis kelapangan hati dalam sketsa abu

medan panjang

7 Juli, 6 Juli 2013
; selamat malam 7 Juli

halo, sedang dimana kalian?
tahun ini menjadi tahun keberapa kita bersama-sama ingkar terhadap janji
menjadi tahun keberapa angka dialmanak terlewati begitu saja
tidak ada kue, tiupan lilin, kado-kado indah dan pelukan hangat

malam ini sedang apa kalian?
sedang berjibaku dengan tugas kuliah, sedang berada diperjalanan pulang ke rumah, sedang menyusun terlaksananya keluarga samara, sedang melihat edelwise kering dikejauhan, dan kamu perempuan luguku sedang apa Sayang?

baik-baik disana semuanya, dirumah masing-masing, dikehidupan masing-masing, do'aku untuk kalian selalu dan tenanglah karena kita masih ada dalam satu langit namun... kabarin aku yah kabarin aku kabarin aku sesempat sebisa kalian

Cahayaku, 17 Juli 2013
Cahayaku,
Puisi ini untukmu aku tulis dalam rangka buncahan rasa di dada
Cahayaku,
Romadon ini kembali hadir.. datang dengan sendirinya untuk umatmu dan menjelma menjadi hiasan dunia yang indah dan miliki ribuan makna
Cahayaku,
Di bintang yang mana kau melihatku tuliskan puisi ini.
Ah mungkin mahligaimu disana lebihlah indah dari langit bersabitku malam ini. Aku yakin.
Kau..
Betapa kuat isi relung kalbu, betapa hebat patrian dirimu diatas hatiku, lalu betapa dahsyat sayatan jantungku kala membayangmu
Bayang; bagaimana jika kelak aku tidak bersamamu?
Maka dengan cara apa aku melihatmu? Masihkah Tuhan berikan waktuku disana... dihari kita berbangkit dan kau hadir penuhi janji syafaatmu
Rugilah aku dalam derita Cahayaku, rindu yang kini hadir kelak berbalas sinaran emasmu namun itu tak nyata Tuhan berikan karna lakuku di dunia ini tak bersemai harapan elokmu
Cahayaku,
Aku telah bahagia bersama rindu ini, bahwa tak selamanya ia hadir di hati para insan dan berarti aku miliki celah untuk didekatmu namun bahagiaku tak selamanya bahagiamu. Bahagiamu adalah melihat seluruh umatmu Kaffah dijalanNya dan kini nampaknya dunia tengah menguji, gelisahmu dulu nyata...
Cahayaku, kini... semoga Malaikat menghiburmu di Sorga dan tersenyumlah untukku serta untuk pecintamu yang merindu

Edelwise, 17 Juli 2013
Aku tengah menikmati siulan embun di lubang kornea yang kau ukir cerita kita pada prasasti sejarah cinta hamba sahaya

Sebuah sejarah cinta yang tidak tertuang dalam kertas usang bau almari karena dirasa barulah kemarin kita bersua bersama derainya hujan dikala senja tanpa matahari dan kau hadiahkan untukku kelopak bunga abadi

Aku menjerit dalam tatapanmu, mengerang nyanyian duka namun garis takdir tak bisa terukir jemari manusia

Masa imsak kini tiba; dimatamu, dimataku, namun semoga tidak dihati kita

Lalu, malamku adalah malam yang sendu. Tak ada yang berubah dariku. Tidak. Hanya saja ada sesuatu yang menjadi sunyi. Sunyi; mendengarkan dan bercerita. Tetap merdeka dan bahagia namun bertambah satu, yaitu sejumput rindu.

Dimana kelak aku temukanmu lagi. Di kala sebuah kabar bahagia mendengung tentang suatu mahligai utuh harapmu atau dikala waktu miliki keberpihakan untukku

Ah!

Untuk mengingatmu dadaku bergetar hebat. Rindu-rindu yang tak terlisankan nyatanya lebih dahsyat dirasakan hati dalam sendiri.

Padahal kita masihlah berada disatu langit yang sama, disana adalah kumpulan do'a-do'a yang terkirim lewat hujan beberapa hari terakhir ini dikotaku. Dan dapatkah kau rasa? Jika memang kini Edelwisemu berubah amat harum, semakin harum, hingga aku kenal bagaimana kini baunya

Lantas menjadi mustahil pada diriku sendiri, saat kau bertanya; "Harum kan?"
Dan aku jawab polos ; "Tidak. Tidak harum"

Ooooh yah! Mungkin seperti itulah hakikat rindu, terasa jika tak ada

Cika-Cika, 19 Juli 2013
Ditengah masa menatap bulan diteralis dongker berhias kerlipan cika-cika

Kau cika-cika, bagaimana jika malam aku tidak dapat menghadirkanmu dalam mimpi?

Disini nyatanya hatiku berdesir karna sayapnya yang patah. Tidak. Tapi jangan kau fikir ini puisi berkabung.
Karena kau cika-cikaku tetap saja bersinar terang.

Hanya mungkin...
Aku sekarang tengah mambangun telaga embun bermuarakan mata.
Dari siang aku susuri jejak-jejak angin sampai kering kulitku karenanya. Lelah. Menjelang petang, jasad ini aku serahkan untuk Terkasih kita. Bagaimana hitungan Dia aku tak tahu yang jelas aku percaya tak ada yang melebihi adilnya Dia. Selanjutnya malam, aku seperti ini menerawang cika-cika diantara telaris dan kaca.. karena kau jauh dan tak dapat ku genggam;

namun terbanglah... sinari gulita

Salam Untuk Sya, 20 Juli 2013
Aku membidik ilusi di kornea matamu Sya
Atas bening dan kemilaunya
tatapanmu
Penyempurna keteduhan dikala mentari ganas menyengat dan sinaran kuat dalam heningnya malam

Seperti pemilik memori besar, aku merekam seluruh ambuanmu dalam senyum. Yang merekah dan anggun Adalah oase ditengah gersangnya gurun oleh renyahan senyum yang terkulum

Dan, aku menjadi penikmat bulu mata hitam kerapmu Sya, yang hendak menyatu dengan kelopak mata kala kau menunduk dalam diam
Aku mau menjadi buku yang kau baca untuk lebih dekat dengan kerapnya bulu matamu Selalu kau perhatikan dan telaah hingga bosan menerjang

Aku Sya,
Aku yang meretas pundi harapan dan ku titipkan pada bangku taman tempat kau duduk, pelataran jalan yang sering kau lewati dan pada keran air tempat kau sucikan jasadmu

Salam dariku Sya,

Patah Hati dan Kasih, 21 Juli 2013
Aku masih mewarnai malam dengan serabut abu, berderet-deret domino yang justru hadir kemudian
Di kala kau tak lagi ada,
Di kala mimpi yang lebih awal datang,
Di kala hujan yang merajut dentingan luka
Oooh surat seperti apa yang kemudian harus aku tuliskan pada langit,
bukan bernada merah jambu aku yakin, karena rasaku tengah diujung pahit
Yayaya!
Patah hati ini merajuk embun mataku
Padahal diriku sekuat asoka yang diterbangi burung-burung indah
Hhmm mungkin aku harus mengadu pada Tuhan agar lapangnya hati ini selapang lazuardi, dan ikhlasnya jiwa ini sedalam laut merah
Demi melepasmu, demimu
Namun ah! Kasih ini lebih kuat dari patah hatiku
Jadi, aku tetapkan pada pilihan bersabar. Maka Tuhan, beri aku tangga kesabaran hingga satu per satu dapat tertapaki hingga klimaks dan berakhir dalam bahagia
Puisi Adik, 23 Juli 2013
;selamat malam adik

Dik, sudah sampai manakah mimpimu? Lalu sudah hangatkah tidurmu?
Pada hujan ini fikirku berpelesir, menjejaki genting-genting serta pepohonan di kampung kita.

Hidup ini Dik, tak bisa kita pilih episode bahagia selalu. Dititik-titik yang Tuhan gambarkan, tepat disana nyatanya terhampar labirin yang mau tak mau harus kita temukan pintu kemerdekaan.

Namun, adilkah ini untukmu Dik? Disaat membaca masih kau eja, disaat angka 2 mu tetap menyerupai bebek. Dan kau kehilangan kasih sempurnamu...

Adik, aku hanya bisa ajarkan kau do'a meski sayang terlanjur sudah aku rasa. Namun meminta padaNya lebihlah mustajab untuk terkabul seluruh keinginan, sementara aku? Hanya ini Dik... Pelukan sekejap. Selebihnya aku harap Tuhan kirimkan Malaikat disampingmu, dia Malaikat yang baik itu selimutimu dengan sayap-sayap suteranya. Maka rasakan pelukannya... Jangan menangis, jangan bersedih.

Mintalah...
Minta... Agar disana ibumu dinaungi cahaya surga lalu kembali bersamamu...

Masa Lalu, 24 Juli 2013
; Adalah engkau yang bermain riang ditaman ingatanku

Bagaimana ini jika kenangan belumlah surut tertindas masa
Meski musim semi dengan dedaunan gugurnya memasuki ujung waktu tapi engkau tetaplah engkau, miliki tunas lalu berkembang mengakar dan sulit tercabut

Padahal aku rindu menjadi putik yang cantik, hingga kupu-kupu, kumbang dan lebah saling berkedip untuk hinggap dilahan kasihku

Benarkah, aku harus pelihara masalalu? Meski orang-orang baik menyiramiku untuk move on

Kata mereka; biarkan badai datang toh angin lembut jua yang kelak menyapa, biarkan hujan deras menghadang karna air itu yang membuatku mekar subur, namun hanya satu hentikan tangan-tangan usil yang memetik semaunya karena aku bunga indah dan terjaga harumnya

Jadi, bagaimana aku sikapi engkau masalalu? Mungkin dengan membiarkanmu tetap bernafas disampingku tapi jangan sampai kau merambat lalu kepung aku dengan akar-akar menjalarmu

Sekian, terimakasih dan say; selamat malam mantan-mantan kekasih


Tidak ada komentar:

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS