Pages

Menahan Rindu

Minggu, 27 Mei 2012


Assalamualaikum Wr Wb.. 

Sore yang cerah di Garut, pohon papaya di depan kamar adikku daunnya melambai-lambai ditiup angin. Mau cerita ah, 2 hari ini hatiku basah syndrome lebayku menjadi. Gara-gara kemarin aku nonton Islam Itu Indah acara tiap pagi di TransTV yang edisi khusus Mekkah. Ustadz Maulana Umroh gitu. Ingatan aku langsung tertuju ke Bukunya Oki Setiana Dewi, pasti udah pada baca deh yang judulnya “Melukis Pelangi”. Subbanallah banget itu buku bikin mata bengkak, nangis. Oki tulisin kisahnya waktu perjalanan Umroh, orang pinter yang nulis ya jadi setiap kata yang dibaca itu bikin perasaan hayut. Di buku itu aku buat alur imajinasi dan waktu nonton acara Islam Itu Indah, apa yang aku bayangin sekarang ada di depan mata. 

Aku mau ke sana Ya Allah… kapan… kapan… itu yang ada difikiran aku, dari pertama nonton di rumah sampai ada di ruangan Rumasakit kebetulan kemarin jadwal aku dinas pagi. Sebari duduk di meja bersama 2 orang temankku yang keduanya lelaki, aku ceritakan keluh kesahku. Mereka diam mungkin karena tidak tahu harus merespon apa lalu sebelum air mata benar-benar tumpah cepat aku pergi ke kamar mandi, aku wudlu dan lepaskan semuanya di Salat Dhuha. Ketika berdoa aku bayangkan pagi itu aku berada di Masjidil Haram bersama orang-orang, saudara-saudaraku dari berbagai belahan dunia yang tengah sama-sama bermunajat atas keagungan Allah SWT. 

Teja kemarin pagi “Buat Allah gak ada yang mustahil, mungkin aja nanti kamu dijodoin sama lelaki yang bisa bawa kamu kesana” kata Teja, gak perlu nyari kerja buat ongkos kalo udah waktunya mah pasti kesana tapi menurut aku tetap aja harus ada ikhtiar. InsyaAllah ya.. kan kita sama-sama. Amin Ya Rabbal Alamin. 

Impian aku yang baru berumur 19 tahun ini mungkin gak ada apa-apanya, Nenekku sampai saat ini belum Allah panggil buat pergi kesana. Ya Allah, kalo ingat kesana justru aku lebih sedih. Selama ini Nenek aku cuma bisa ikut pengajian saudara atau tetangga yang mau Haji atau Umroh, padahal aku sekarang tahu perasaannya.. aku yang 19 tahun udah kaya gini menggebunya apalagi Nenek aku yang menginjak usia senja. Maka ketika malam tiba, di akhir salat wajibku lagi aku tumpah semuanya… seperti waktu kecil aku minta jepitan rambut ke Mamah, merengek. Kapan waktuku Ya Allah… kapan waktu Nenekku Engkau panggil untuk berkunjung ke rumahMU, untuk memandang Nissan Rasulullah, untuk mengelilingi Ka`bah seraya mengagungkan Asmamu, untuk mengicipi mukzizat Air Zamzam langsung dari sumbernya disana, untuk berada di tempat Nabi Adam dan Siti Hawa bertemu, dan berada di Arafah Ya Allah.. 

Allah, iringi rinduku ini dengan cahayaMU, hingga kelak jika waktunya telah tiba untukku kualitas Ibadahku di depanMU tidak seburuk ini.. sertakan selalu aku dengan orang-orang yang bersyukur atas seluruh nikmatMU, bertakwa karenaMU, jaga aku dari hal-hal yang Engkau benci yang dapat menjauhkan aku dariMU dari rumahMU Rabbi.. Kalo nanti anakku aku baca blog ini, mudah2na Mamah udah kesana ya Nak.. Amin Ya Rabbal Alamin. 


Eno, Sanding 
27 Mei 2012

Karena Satu Janji di SMA

Senin, 14 Mei 2012

Assalamualaikum Wr Wb, 

 

Sore yang penuh rahmatNYA di kota Garut dengan cucuran hujan dari beberapa jam yang lalu. Sekarang, aku sedang semangaaaat-semangatnya energi aku full 100% untuk menuliskan pengalaman aku dulu sebelum berhijab dan bertemu dengan Kekasih aku yang Maha Baik dariNYA seluruh cinta berasal. 

 

Oke, dulu aku masih duduk di bangku SMA tepatnya kelas 1. Regenerasi dari SMP ke SMA sifat kekanak-kanakan tentunya masih ada. Hari itu hari Rabu aku ingat ada pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) di jam pertama, karena kebiasaanku yang tidak suka datang pagi-pagi ke sekolah ku putuskan sekitar pukul 06.55 berangkat dari rumah karena perjalanan dari rumah ke sekolah memakan waktu paling lama 10 menit telat beberapa menit gak apa-apa udah wajar bagi aku yang pemalas ini, hihihii. Saat itu aku lagi sayang-sayangnya ke rambut jadi tiap hari ganti model kunciran, yaaaaah di rumah sih rambut udah di oke-okein loh waktu datang ke kelas gimana coba?? 

 

1. Aku datang paling siaaaaaaang 

2. Mata seluruh isi tertuju padaku, melotot. 

 

Syoook dong gak kaya biasanya gitu, salah seorang teman dekatku dulu bernama Teguh berkata “eeeeh Eno-Eno kerudung!”. Apa kerudung?? Aku pegang rambutku ya terus kenapa? Emang dasar loding, aku belum ngeh apa yang terjadi sampai akhirnya Guruku yang sudah datang tetapi pergi dulu ke ruang guru kembali dan melihatku berdiri di depan kelas, beliau Pak Asep Ridwan memandangiku seraya menyandarkan tubuhnya dipintu. Beliau menggelengkan kepalanya beberapa kali dan tersenyum kepadaku. 

 

“Retno kenapa gak pake kerudung?” Tanyanya kepadaku dengan lembut setelah sebelumnya mengajak aku untuk bicara diluar, berdua. Hhmm, aku kebingungan menjawab apa ada rasa bersalah dan ya ini rambut yang udah di oke-okein malah jadi malu-maluin. Akhirnya satu kata yang keluar dari bibir aku, apa lagi kalo bukan “lupa”. Satu minggu yang lalu kelas kami membuat perjanjian dengan Pak Asep Ridwan setiap hari rabu karena ada pelajaran PAI kami semua siswi tanpa kecuali wajib memakai kerudung. 

 

Dan akhirnya beliau memberi hukuman untuk ku yakni berbicara di depan kelas untuk meminta maaf kepada semuanya dan berjanji kesalahan ini tidak diulangi lagi. Dengan terbata-bata aku berbicara seperti yang diperintahkan. 

 

“Assalamualaikum semuanya… saya Retno mau minta maaf hari ini saya lupa gak pake kerudung tapi saya janji minggu besok pake kerudung” 

“Udah Pak boleh duduk?” 

“Tanya dulu ke temen-temennya nerima maaf Retno gak?” Satu kali lagi setelah menghela nafas aku kembali berbicara, “Temen-temen mau maafin saya gak?”. Langsung seisi kelas bersorak-soray.. yaaaah memang salahku mau diapain lagi. 

 

Karena kesalahan yang dilakukan olehku, beliau menjadi ingat namaku hingga satu tahun kemudian di kelas 2 setelah aku memutuskan untuk berjilbab dan tanpa sengaja bertemu dengan beliau di kolidor sekolah, pada saat itu aku mengenakan kerudung geblus panjang yang menutupi dada dengan senyum bahagia dia berkata “Retno lebih cantik”. 

 

Kemudian setiap kali berpapasan denganku di Mushola saat jam istirahat yakni kami sama-sama melaksanakan Salat Dhuha selalu beliau angkat kedua jempolnya ke dada disertai senyum plus satu kata “Bagus”. 

 

Dan sekarang, beberapa bulan yang lalu aku menghadiri sebuah kajian Islam di salah satu Mesjid di Kota Garut, bisik-bisik dari guru mentorku yang menjadi pemateri hari ini adalah Ustadz Asep Ridwan. Otakku langsung bereaksi, Pak Asep waktu di SMA bukan ya??? Dan ternyata 100% benar dengan motor vesvanya beliau masuk ke palataran Mesjid sementara aku berusaha duduk di barisan terdepan. 

 

Materi yang beliau sampaikan memeakan waktu hampir 1 jam kemudian tiba di sesi tanya-jawab. Beliau yang memberikan pertanyaan sesuai dengan materi yang diberikan dan kami para peserta yang menjawabnya, kemudian biasa jika jawaban benar akan diberi hadiah. Tentu aku semangat untuk menjawab dan Allahmdulilah jawabanku benar, dengan hati yang senang aku berjalan kedepan untuk menerima hadiah dari beliau langsung. 

 

Bukan semata-mata aku senang akan hadiah itu tapi aku senang atas diriku sendiri yang bisa sampai pada tahap ini, melihat latar belakangku semua orang tidak akan percaya aku berubah yaaaa dihati yang paling dalam aku bangga kepada diriku. “Allahmdulillah Retno, Allahmdulillah.. bagus” Ucap Pak Asep Ridwan kembali mengangkat kedua jempolnya kepadaku setelah aku duduk di tempat peserta. 

 

Allhamdulillah.. rahasia Allah tidak ada yang bocor sedikitpun. Semuanya tersimpan rapat termasuk didalamnya aku, garis hidupku yang dulu kehausan akan semua tentangNYA dibalik minimalnya ilmu dan pergaulanku akan tetapi kini dengan mudah Allah berikan orang-orang yang senantiasa membimbingku, memberi semangat luar biasa agar aku terus.. dan terus mendekatkan diri kepadaNYA. Iya InsyaAllah.. tidak aku kecewakan mereka yang mendorongku, mencintaiku dan menyayangiku karena Allah. Bapak Asep Ridwan, Ibu Amalia, Ibu Dewi, Ibu Maharani, Intan Rohaeni, Dioka Muhammad Akbar. 

 

Eno Sanding,

14 Mei 2012

Negeriku di Seperempat 12

Selasa, 01 Mei 2012

pict from google
Sebuah nyanyian fasik disiang hari
Kelumit lidah gurita bernaung di tanahku, sekarang
Gerombolan manusia yang menari dan bernyanyi kini disorot kamera
Tak ubahnya negeri semua ikut satuuuuuu
Simpan kotoran dikanan
Simpan kotoran dikiri
Dipertengahan terjepit, bukan jepitan baja yang hanya membuat sakit fisik tapi jepitan batin yang menembus hingga akar paru
Untuk egoisme yang membuta calon pengisi bui yang kini memadat layaknya Jakarta ditengah macet
Sang Pangeran yang dibuat pecah kepala oleh algojo, merana
Disepersekian titik jalan bocah beringus turun naik tengadah tangan lalu mengejar orang yang tak memberinya sodakoh, gopek yang kini tak berarti oleh zaman berselimut dusta
Aduuuuuuuh! Ini murni jeritku, matahari atau bulan yang menjadi sahabat? Ketika pemompa darah kami pemacu tiap energy semangat kami berkompak ria membunuh kami bertahap
Kalian, tak usah risaukan aku atau sekelilingku yang masih dapat menanak beras 5 kaleng susu setiap harinya!
Namun sayang... tengok para renta yang hidup berdua dengan nasi aron pengganjal perutnya
Dan sayangku... bagaimana nasib tanah ini? jika para tunas dengan semangat pahlawan 45 terganjal langkahnya dalam mengais ilmu... jika alam tak bersahabat maka mereka Syahid seperti perjuang di masa Nabi
Zaman berselimut dusta, tipuan janji untuk satu kemenangan bukan tujuan pembaharuan negeri.
Kasihan
Eno Sanding,
30 April 2012

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS