Pages

Analisa Naskah Drama Rahasia Untuk Mamak

Selasa, 08 Juli 2014







A.                 Naskah Drama
“RAHASIA UNTUK MAMAK”
Diadaptasi dari Cerpen Karya: Rembulan Perak

Para Pelaku / Tokoh:
-          Rahayu                         : Wanita usia 37 tahun
-          Saidah                           : Wanita usia 18 tahun
-          Aminah                        : Wanita usia 37 tahun
-          Kepala Sekolah : Pria usia 45 tahun

Tanah merah yang memanas tak terasa diruas telapak kaki wanita yang telah menapaki usia diatas kepala tiga. Terhunyun-hunyun lewati jembatan besi usang, semakin meranggas pula ekor mentari sebabkan lelehan peluh keluar tak beraturan namun secepat kilat ditepis oleh punggung tangannya yang hitam oleh sengatan matahari.
Rahayu               : Cepat..cepat... waktu dan aku sedang berlomba, aku bertemu anakku atau waktu yang mengalahkan aku.
Rahayu               : Biar terik matahari yang meranggas, lepuh tapak kakiku yang melepuh di atas aspal panas ini bukanlah masalah. Aku harus bertemu anakku. Nak, maafkan ibumu ini....
****
Sore hari yang sepi selain bunyi hentakan kayu panjang yang berbenturan di bejana besar, Saidah mencoba utarakan keinginannya pada Ibunya Rahayu yang diam membisu.
Saidah                : Mak, kepala sekolah bilang besok Mamak harus datang ke sekolah....
Rahayu               : Untuk apa Saidah, kamu maju ke depan lagi dapat piala?
Saidah                 : Entahlah Mak, saya hanya menyampaikan pesan kepala sekolah?
Rahayu               : Saidah, kalau besok Mamak ke sekolah berarti besok kita tak makan, kamu mau?

Saidah diam, ia tahu bagaimana keadaan keluarganya. Ibunya adalah orangtua yang merangkap tugasnya sebagai ibu juga ayah baginya

Saidah                 : Mak... datang yah Mak....
Rahayu               : Pergilah sendiri Nak, bukankah setiap kali kau begitu?
Saidah                 : Mak, sekali saja Mamak datang, terakhir Mamak ke sekolahkan waktu saya SD, sekarang saya sudah kelas tiga SMA. Tahun terakhir saya sekolah. 

Rahayu diam tak lagi menggubris permintaan Saidah, ia hanya menghempaskan nafas perlahan tanda gusar ia dibuat oleh Saidah yang tak juga mengerti bahwa dirinya tak bisa datang ke sekolah.
Rahayu               : Hhfuuuuh...... 

****

Pagi hari di ladang sawah, dua orang sibuk dengen pekerjaan rutinnya. Dia adalah Rahayu dan Aminah, dua orang perempuan yang telah bersahabat sekian lamanya dengan putri-putri mereka yang kini sekolah di sekolah yang sama. 

Aminah              : Saidah sudah pergi ke sekolah, Yu?
Rahayu               : Sudah pagi-pagi sekali.
Aminah              : Kenapa toh, kamu tak niat sekali jawab pertanyaan aku?
Rahayu               : Tak apa-apa Min, aku sedang memikirkan anakku saja.
Aminah              : Ada apa dengan Saidah? Bukannya hari ini kau akan dapat kabar bahagia?
Rahayu               : Allhamdulillah....
Aminah              : Mengapa sekarang kau masih ada disini, Rahayu? Anakku bilang, Saidah ukir prestasi lagi sekarang. Rahayu, aku akan bersyukur jika anakku sepintar Saidah.
Setelah perkataan Aminah yang terakhir baru lah Rahayu membuka mulutnya untuk berbicara.
Rahayu               : Siapa bilang aku tak bersyukur Min? Lima waktu air mataku tak pernah surut atas karunia yang diberikan Tuhan pada putri semata wayangku. Saidah warisi kepintaran Ayahnya, juga pantang menyerah diriku untuk menyambung hidup ini. Tapi, pantang menyerah milikku tak akan mampu sempurnakan harapannya. Kau tahu Min? Selepas lulus SMA ini Saidah pasti ingin melanjutkan pendidikannya. Lalu aku mana mungkin bisa mengabulkannya? Setiap hari bertemu nasipun sudah kami syukuri.
Aminah              : Setiap orang di gariskan dengan takdirnya masing-masing, menyerahkah kau Rahayu dengan hidupmu? Tuhan tidak akan membebani manusia melebihi kemampuannya...
Rahayu               : Aku tak pernah menyerah Min, lihat aku masih dapat hidup normal layaknya orang biasa. Seperti yang ku jelaskan tadi aku hanya takut tak dapat memenuhi keinginan Saidah...
Aminah              : Hanya itu masalahmu Rahayu? Kau hanya takut tak mampu sekolahkan Saidah? Hey! cepat susul anakmu disana.. Saidah dapat beasiswa pendidikan, kuliah diluar negeri pula Rahayu.
Rahayu               : Benarkah itu Aminah? Kau tak berbohong?
Aminah              : Iya Rahayu, anakmu bukan hanya membuat bangga dirimu, tapi seantero kepala yang hidup serba mendusun di kampung ini.
Rahayu               : Bolehkah aku memelukmu Min?
Aminah             : Sudah...sudah... jangan sambil nangis Yu, ini hasil kerja kerasmu dan Saidah selama hidup tanpa ayah dan suami. Ayo sekarang susul anakmu ke sekolah....

****

Sekolah Saidah dengan seluruh siswa berbaris rapi di komandoi kepala sekolah yang berdiri tegap di depan. Tangannya memegang sapu tangan yang sesekali dia gunakan untuk menghapus cairan bening di mata dan hidungnya.
Kepala Sekolah             : Maaf anak-anak, Bapak tak bisa menyembunyikan perasaan Bapak. Dua puluh dua tahun Bapak mengabdi di sekolah ini akhirnya mimpi Bapak menjadi kenyataan di pagi ini. Bapak yakin di desa ini satu mutiara yang sinarnya mencerahkan akan nampak kepermukaan. Anak-anakku, prestasi Saidah bukan hanya membawanya melayang duduk dipesawat terbang kelak, tapi disini tempat kaki kalian berpijak diatas tanah sebuah perubahan akan kalian rasakan, tempat menuntut ilmu yang ala kadarnya dan tak pernah dilirik pemerintah sekarang menjadi buah bibir, sekolah desa lahirkan siswa berotak mutiara.
Kepala Sekolah             : Saidah... murid berprestasi... Saidah... ayo maju kedepan, empat tahun kedepan kau akan jadi sarjana lulusan luar negeri Saidah... ayo Nak maju! beri semangat teman-temanmu yang lain.

Saidah nama yang dipanggil tak juga berikan pertanda ia akan maju ke depan. Ia menundukan kepala sementara oleh matanya yang sudah memburam oleh air mata ia lihat tanah di atas pijakan kakinya. Saidah hanya mampu membatin dalam hati. 

Saidah                 : Pak Guru, engkau tak tahu jika saat ini yang paling membutuhkan semangat adalah diriku, Mamak dimana Mamak.

Seorang wanita datang dengan keringat di seluruh tubuhnya tak menghiraukan rasa lelah atas perjalanan yang ditempuhnya maju ke depan, membelah barisan laskar putih abu yang hampir seluruh warna putihnya telah berubah gading. Bapak kepala sekolah menyambut wanita ini dengan sunggingan senyum serta jabatan tangan yang erat. 

Kepala Sekolah             : Selamat Bu... selamat....
Rahayu                               : Terimakasih Pak, atas bimbingannya selama ini.
Kepala Sekolah             : Ah tidak Bu! Saidah sendiri yang menjemput takdirnya dengan kerja keras hingga berbuah manis sekarang dan kita semua turut merasakannya. Silahkan Bu, panggil Saidah... suruh dia maju ke depan.
Rahayu                               : Nak, Saidah... Mamak didepanmu....”

-TAMAT-

B.                 Analisis Unsur Intrinsik Metode Objektif M. H. Abram

1.        Alur / Plot
Alur / plot yang digunakan dalam naskah drama yang berjudul “Rahasia Untuk Mamak” ini menggunakan alur maju.
a.      Uraian Tahapan Alur:
1). Alur Eksposisi à Kutipan: “Sore hari yang sepi selain bunyi hentakan kayu panjang yang berbenturan di bejana besar, Saidah mencoba utarakan keinginannya pada Ibunya Rahayu yang diam membisu.
2). Alur Konflikasi à Kutipan: “Rahayu diam tak lagi menggubris permintaan Saidah, ia hanya menghempaskan nafas perlahan tanda gusar ia dibuat oleh Saidah yang tak juga mengerti bahwa dirinya tak bisa datang ke sekolah.
3). Alur Klimaks à Kutipan: “….. Kau tahu Min? Selepas lulus SMA ini Saidah pasti ingin melanjutkan pendidikannya. Lalu aku mana mungkin bisa mengabulkannya? Setiap hari bertemu nasipun sudah kami syukuri.
4). Alur Resolusi à Kutipan: “Hanya itu masalahmu Rahayu? Kau hanya takut tak mampu sekolahkan Saidah? Hey! cepat susul anakmu disana.. Saidah dapat beasiswa pendidikan, kuliah diluar negeri pula Rahayu.
5). Alur Konklusi à Kutipan: “Ah tidak Bu! Saidah sendiri yang menjemput takdirnya dengan kerja keras hingga berbuah manis sekarang dan kita semua turut merasakannya. Silahkan Bu, panggil Saidah... suruh dia maju ke depan.

b. Uraian Unsur-unsur Alur:
1). Suspence à Kutipan: “Rahayu diam tak lagi menggubris permintaan Saidah, ia hanya menghempaskan nafas perlahan tanda gusar ia dibuat oleh Saidah yang tak juga mengerti bahwa dirinya tak bisa datang ke sekolah.
2). Surprise à Kutipan: “…. Saidah dapat beasiswa pendidikan, kuliah diluar negeri pula Rahayu.
3). Dramatic ironi à Kutipan: “…..empat tahun kedepan kau akan jadi sarjana lulusan luar negeri Saidah... ayo Nak maju! beri semangat teman-temanmu yang lain.

2.      Tema
Naskah drama yang berjudul “Rahasia Untuk Mamak” karya Rembulan Perak mengandung tema bahwa doa dari seorang Ibu sangatlah ampuh dan mujarab. Di dalam naskah terdapat pada dialog, kutipan: “….Lima waktu air mataku tak pernah surut atas karunia yang diberikan Tuhan pada putri semata wayangku.”. “….Saidah dapat beasiswa pendidikan, kuliah diluar negeri pula Rahayu.

3.      Tokoh dan Penokohan

a.      Para Pelaku / Tokoh:
Rahayu                 : Wanita usia 37 tahun
Saidah                   : Wanita usia 18 tahun
Aminah                : Wanita usia 37 tahun
Kepala Sekolah : Pria usia 45 tahun
b.      Penokohan:
1). Tokoh Protagonis: - Rahayu à Watak à Pekerja keras, keibuan, ibu yang menjadi tulang punggung keluarga, rela berkorban demi anaknya, baik, bijaksana.
                                                  - Saidah à Watak à Anak yang baik, ulet, tekun, rajin, anak yang patuh pada orangtuanya, pekerja keras, pintar.
2). Tokoh Tritagonis: Aminah à Watak à Baik, motivator bagi tokoh Rahayu, bijaksana.
3). Tokoh Figuran: Kepala Sekolah à Watak à Bijaksana, baik.

4.      Lattar / Setting
a. Ruang / Tempat: Jembatan besi, jalan raya, pesawahan, sekolah SMA.
b.                   Waktu: Sore hari, pagi hari, siang hari yang terik matahari.

5.      Amanat
                Cita-cita, keberhasilan, dan kesuksesan adalah milik semua orang. Tidak terbatas pada kondisi ekonomi semata. Meminta, memohon, dan bergantunglah pada Allah SWT, dengan kita beribadah, berdoa, dan berikhtiar. Insya Allah semua itu akan terkabul / terwujud.


 CERPEN




Tanah merah yang memanas tak terasa di ruas telapak kaki wanita yang telah menapaki usia diatas kepala tiga. Terhunyun-hunyun lewati jembatan besi usang, semakin meranggas pula ekor mentari sebabkan lelehan peluh keluar tak beraturan namun secepat kilat ditepis oleh punggung tangannya yang hitam oleh sengatan matahari.

Berlari semakin kuat dan cepat seolah kereta listrik mengejar dibelakang. Hush..hush... Beberapa detik paru bak mengecil tak cukup ruang untuk mengempis udara. Sementara diingatan sekolebat rintihan terus nampak, "Mak datang yah Mak...". Hhm, jangan kau minta yang tidak-tidak Nak! tepuk tanganku tak mampu kenyangkan perutmu.

Saidah menjauh dari tatapan, ia kini bersembunyi dibalik pintu rumah biliknya. Sedang hati berlirih ungkap apa saja ini nurani, tak terasa juga cairan putih mengalir dari kelopak mata. Saidah kemudian meringkus semuanya seorang diri ditemani bayang Ibunda yang tengah berdiri didepan bejana besar. Tangannya bekerja keras, kayu yang kadang berdentangan dengan dinding-dinding bejana.

"Pergi saja sendiri Nak, bukankah setiap kali kau begitu?" teriak Ibunda, tak menahu lelehan air mata sambangi pipi pualam Saidah. Ada yang Ibunda tak tahu juga Saidah yang bermain rahasia. Mungkin ukiran prestasi telah kenyang Ibunda terima atas isi kepala cemerlang yang dimiliki ananda tersayang. Setiap Senin, ia datang dengan kalung bundar bewarna emas yang mengantung di dada, sewaktu SD Saidah berikan piala lomba membaca puisi, berjalannya waktu lemari tua tempat menyimpan piring dan gelas telah dirubahnya menjadi tempat pajangan piala.

"Mak, sekali saja Mamak datang, terakhir Mamak ke sekolahkan waktu saya SD, sekarang saya sudah kelas tiga SMA. Tahun terakhir saya sekolah" Malam hari Saidah tak juga habis tenaga untuk bujuk Ibunda. Sekarang giliran wanita yang disebutnya Mamak beranjak dari hadapan Saidah, ia bersembunyi menahan kemelut sendu didebar jantungnya. Dari awal Ibunda tahu jika anaknya memang tak biasa, dikarunia kecerdasan emosional juga intelektula yang tak dimiliki teman sebayanya di desa ini.

Apapun ditangan Saidah akan miliki harga, daun lontar yang kering disulapnya menjadi hiasan kerudung menarik, apalagi materi sekolah sejurus perhatiannya fokus seratuslah nilai yang didapat saat ujuan datang.

****

Pagi tadi Saidah berangkat diantar kicau Cangkurileng sementara Ibunda seperti biasa telah bekerja di ladang tetangga. Meski dadanya masih dirundung haru ia tetap melatih sunggingkan senyum. Tak pantas jika teman, guru bahkan kepala sekolah bersorai gembira sementara dirinya dilanda bisu dan air mata.

"Mengapa kau masih disini Rahayu?" Pertanyaan padanya tak digubris sepenuh hati, ibunda hanya menengadahkan wajahnya sebentar lalu kembali bekerja.

"Anakku bilang, Saidah ukir prestasi lagi sekarang"

"Rahayu, aku akan bersyukur jika anakku sepintar Saidah".

"Siapa bilang aku tak bersyukur Min? lima waktu air mataku tak pernah surut atas karunia yang diberikan Tuhan pada putri semata wayangku. Saidah warisi kepintaran Ayahnya juga pantang menyerah diriku untuk menyambung hidup ini. Tapi, pantang menyerah milikku tak akan mampu sempurnakan harapannya. Kau tahu Min? selepas lulus SMA ini Saidah pasti ingin melanjutkan pendidikannya. Lalu aku mana mungkin bisa mengabulkannya? setiap hari bertemu nasipun sudah kami syukuri" Ibunda curahkan gejolak yang tertanam dihatinya dalam waktu lama ini, tak terhitung hari yang dilewatinya untuk menyimpan semua seorang diri, terlebih semenjak kekasah tercinta Ayah Saidah alami musibah di perantauan, tak ada tempat berbagi gelisah selain pada Tuhan Yang Maha Pemurah.

"Hanya itu masalahmu Rahayu? Kau hanya takut tak mampu sekolahkan Saidah? Hey! cepat susul anakmu disana.. Saidah dapat beasiswa pendidikan, kuliah diluar negeri pula Rahayu" Genggapam tangan Aminah terasa hangat disekujur tubuh Rahayu yang membeku. Mata Aminah yang bulat bertemu pandang dengan lelehan air mata Rahayu. Kemudian keduanya saling peluk.

"Bahkan Rahayu, anakmu bukan hanya membuat bangga dirimu, tapi seantero kepala yang hidup serba mendusun di kampung ini".

****

Jika tadi matahari tak kunjung berbelas kasihan berikan awan teduhnya, kini disekolah yang bangunannya diperkirakan tak akan berumur panjang hanya keajaiban yang membuatnya terus kokoh sebab rusak oleh hujan dan angin kemarau terasa amat syahdu oleh hati yang membiru.

Ada isakan yang bersumber dari dada kepala sekolah "Anak-anakku, prestasi Saidah bukan hanya membawanya melayang duduk dipesawat terbang kelak, tapi disini tempat kaki kalian berpijak diatas tanah sebuah perubahan akan kalian rasakan, tempat menuntut ilmu yang ala kadarnya dan tak pernah dilirik pemerintah sekarang menjadi buah bibir, sekolah desa lahirkan siswa berotak mutiara" tepuk tangan bergemuruh di sekeliling lapangan. Desah angin menyisir setiap kulit hingga membuat bulu kuduk ikut berdiri. Di tengah berdiri seorang gadis dengan kerudung putih yang menjelma hendak bewarna gading, tatapnnya menunduk ke bawah gerimis sudah sedari tadi turun dari langit matanya, ia tak mampu tegakkan kepala atau melihat kedepan tempat namanya dielu-elukan oleh para guru.

"Saidah... murid berprestasi... Saidah... ayo maju kedepan, empat tahun kedepan kau akan jadi sarjana lulusan luar negeri Saidah... ayo Nak maju! beri semangat teman-temanmu yang lain...."

Pak Guru, engkau tak tahu jika saat ini yang paling membutuhkan semangat adalah diriku, Mamak dimana Mamak.... Batin Saidah disela air matanya yang semakin menderas.

"Nak, Saidah... Mamak didepanmu...."

SELESAI


Cerpenku diadaptasi jadi naskah drama sekaligus dibuat analisisnya juga hhm lumayan jadi tahu unsur-unsur yang ada di dalamnya :D, beda bangetkan penulis otodidak sama sekolahan mah, yang nulis sih yaaa tulis saja sesuai imajinasi sementara sekolahan sampai hal terkecil dianalisisnya. hebaaat tepuk tangan!!, betewe yang baik hati cerpenku di buat seperti ini itu Oka, mahasiswa Pendidikan dan Sastra Indonesia semester 4. Sukses untuk Oka semoga nilai UASnya bagus :).
 


 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS