A.
Naskah Drama
“RAHASIA
UNTUK MAMAK”
Diadaptasi
dari Cerpen Karya: Rembulan Perak
Para Pelaku / Tokoh:
-
Rahayu : Wanita usia 37 tahun
-
Saidah : Wanita usia 18 tahun
-
Aminah : Wanita usia 37 tahun
-
Kepala Sekolah : Pria usia 45 tahun
Tanah merah yang memanas tak terasa diruas telapak kaki wanita yang telah
menapaki usia diatas kepala tiga. Terhunyun-hunyun lewati jembatan besi usang,
semakin meranggas pula ekor mentari sebabkan lelehan peluh keluar tak beraturan
namun secepat kilat ditepis oleh punggung tangannya yang hitam oleh sengatan
matahari.
Rahayu :
Cepat..cepat... waktu dan aku sedang berlomba, aku bertemu anakku atau waktu
yang mengalahkan aku.
Rahayu :
Biar terik matahari yang meranggas, lepuh tapak kakiku yang melepuh di atas aspal panas ini bukanlah masalah.
Aku harus bertemu anakku. Nak, maafkan ibumu ini....
****
Sore hari yang sepi selain bunyi
hentakan kayu panjang yang berbenturan di bejana besar, Saidah mencoba utarakan
keinginannya pada Ibunya Rahayu yang diam membisu.
Saidah
: Mak, kepala sekolah
bilang besok Mamak harus datang ke sekolah....
Rahayu :
Untuk apa Saidah, kamu maju ke depan lagi dapat piala?
Saidah :
Entahlah Mak, saya hanya menyampaikan pesan kepala sekolah?
Rahayu : Saidah, kalau besok Mamak ke
sekolah berarti besok kita tak makan, kamu mau?
Saidah diam, ia tahu bagaimana keadaan
keluarganya. Ibunya
adalah orangtua yang merangkap tugasnya sebagai ibu juga ayah baginya
Saidah :
Mak... datang yah Mak....
Rahayu :
Pergilah sendiri Nak, bukankah setiap kali kau begitu?
Saidah : Mak, sekali saja Mamak datang, terakhir Mamak ke
sekolahkan waktu saya SD, sekarang saya sudah kelas tiga SMA. Tahun terakhir
saya sekolah.
Rahayu diam tak lagi menggubris
permintaan Saidah, ia hanya menghempaskan nafas perlahan tanda gusar ia dibuat
oleh Saidah yang tak juga mengerti bahwa dirinya tak bisa datang ke sekolah.
Rahayu :
Hhfuuuuh......
****
Pagi hari di ladang sawah, dua orang
sibuk dengen pekerjaan
rutinnya. Dia adalah Rahayu dan Aminah, dua orang perempuan yang telah bersahabat
sekian lamanya dengan putri-putri mereka yang kini sekolah di sekolah yang
sama.
Aminah :
Saidah sudah pergi ke sekolah, Yu?
Rahayu :
Sudah pagi-pagi sekali.
Aminah :
Kenapa toh, kamu tak niat sekali jawab pertanyaan aku?
Rahayu :
Tak apa-apa Min, aku sedang memikirkan anakku saja.
Aminah : Ada apa dengan Saidah? Bukannya hari ini kau akan dapat
kabar bahagia?
Rahayu :
Allhamdulillah....
Aminah : Mengapa sekarang kau masih ada
disini, Rahayu? Anakku bilang,
Saidah ukir prestasi lagi sekarang. Rahayu, aku
akan bersyukur jika anakku sepintar Saidah.
Setelah perkataan Aminah yang terakhir baru lah Rahayu
membuka mulutnya untuk berbicara.
Rahayu : Siapa bilang aku tak bersyukur
Min? Lima waktu air mataku tak pernah surut atas karunia
yang diberikan Tuhan pada putri semata wayangku. Saidah warisi kepintaran
Ayahnya, juga pantang menyerah diriku untuk menyambung hidup
ini. Tapi, pantang menyerah milikku tak akan mampu sempurnakan harapannya. Kau
tahu Min? Selepas lulus SMA ini Saidah pasti ingin melanjutkan pendidikannya.
Lalu aku mana mungkin bisa mengabulkannya? Setiap hari bertemu nasipun sudah kami syukuri.
Aminah : Setiap orang di gariskan dengan
takdirnya masing-masing, menyerahkah kau Rahayu dengan hidupmu? Tuhan tidak
akan membebani manusia melebihi kemampuannya...
Rahayu : Aku tak pernah menyerah Min,
lihat aku masih dapat hidup normal layaknya orang biasa. Seperti yang ku
jelaskan tadi aku hanya takut tak dapat memenuhi keinginan Saidah...
Aminah : Hanya itu masalahmu Rahayu? Kau
hanya takut tak mampu sekolahkan Saidah? Hey! cepat susul anakmu disana..
Saidah dapat beasiswa pendidikan, kuliah diluar negeri pula Rahayu.
Rahayu :
Benarkah itu Aminah? Kau tak berbohong?
Aminah : Iya Rahayu, anakmu bukan hanya membuat bangga dirimu, tapi seantero kepala
yang hidup serba mendusun di kampung ini.
Rahayu : Bolehkah aku memelukmu Min?
Aminah : Sudah...sudah... jangan sambil nangis Yu, ini hasil
kerja kerasmu dan Saidah selama hidup tanpa ayah dan suami. Ayo sekarang susul
anakmu ke sekolah....
****
Sekolah Saidah dengan seluruh siswa berbaris rapi di
komandoi kepala sekolah yang berdiri tegap di depan. Tangannya memegang sapu
tangan yang sesekali dia gunakan untuk menghapus cairan bening di mata dan
hidungnya.
Kepala Sekolah : Maaf anak-anak, Bapak tak bisa
menyembunyikan perasaan Bapak. Dua puluh dua tahun Bapak mengabdi di sekolah
ini akhirnya mimpi Bapak menjadi kenyataan di pagi ini. Bapak yakin di desa ini
satu mutiara yang sinarnya mencerahkan akan nampak kepermukaan. Anak-anakku,
prestasi Saidah bukan hanya membawanya melayang duduk dipesawat terbang kelak,
tapi disini tempat kaki kalian berpijak diatas tanah sebuah perubahan akan
kalian rasakan, tempat menuntut ilmu yang ala kadarnya dan tak pernah dilirik
pemerintah sekarang menjadi buah bibir, sekolah desa lahirkan siswa berotak
mutiara.
Kepala Sekolah : Saidah... murid berprestasi...
Saidah... ayo maju kedepan, empat tahun kedepan kau akan jadi sarjana lulusan
luar negeri Saidah... ayo Nak maju! beri semangat teman-temanmu yang lain.
Saidah nama yang dipanggil tak juga berikan pertanda
ia akan maju ke depan. Ia menundukan kepala sementara oleh matanya yang sudah
memburam oleh air mata ia lihat tanah di atas pijakan kakinya. Saidah hanya
mampu membatin dalam hati.
Saidah : Pak Guru, engkau tak tahu
jika saat ini yang paling membutuhkan semangat adalah diriku, Mamak dimana
Mamak.
Seorang wanita datang dengan keringat di seluruh
tubuhnya tak menghiraukan rasa lelah atas perjalanan yang ditempuhnya maju ke
depan, membelah barisan laskar putih abu yang hampir seluruh warna putihnya
telah berubah gading. Bapak kepala sekolah menyambut wanita ini dengan
sunggingan senyum serta jabatan tangan yang erat.
Kepala Sekolah :
Selamat Bu... selamat....
Rahayu :
Terimakasih Pak, atas bimbingannya selama ini.
Kepala Sekolah : Ah tidak Bu! Saidah sendiri yang
menjemput takdirnya dengan kerja keras hingga berbuah manis sekarang dan kita
semua turut merasakannya. Silahkan Bu, panggil Saidah... suruh dia maju ke
depan.
Rahayu : Nak, Saidah...
Mamak didepanmu....”
-TAMAT-
B.
Analisis Unsur
Intrinsik Metode Objektif M. H. Abram
1.
Alur / Plot
Alur / plot yang digunakan dalam naskah drama yang berjudul “Rahasia
Untuk Mamak” ini menggunakan alur maju.
a.
Uraian Tahapan Alur:
1). Alur Eksposisi
à Kutipan: “Sore hari yang sepi selain bunyi
hentakan kayu panjang yang berbenturan di bejana besar, Saidah mencoba utarakan
keinginannya pada Ibunya Rahayu yang diam membisu.”
2). Alur
Konflikasi à Kutipan: “Rahayu diam tak lagi menggubris permintaan
Saidah, ia hanya menghempaskan nafas perlahan tanda gusar ia dibuat oleh Saidah
yang tak juga mengerti bahwa dirinya tak bisa datang ke sekolah.”
3). Alur Klimaks à Kutipan: “….. Kau tahu Min? Selepas lulus SMA ini Saidah pasti ingin melanjutkan pendidikannya. Lalu aku mana mungkin
bisa mengabulkannya? Setiap hari bertemu nasipun sudah kami syukuri.”
4). Alur Resolusi à Kutipan: “Hanya itu
masalahmu Rahayu? Kau hanya takut tak mampu sekolahkan Saidah? Hey! cepat susul
anakmu disana.. Saidah dapat beasiswa pendidikan, kuliah diluar negeri pula
Rahayu.”
5). Alur Konklusi à Kutipan: “Ah tidak Bu!
Saidah sendiri yang menjemput takdirnya dengan kerja keras hingga berbuah manis
sekarang dan kita semua turut merasakannya. Silahkan Bu, panggil Saidah... suruh
dia maju ke depan.”
b. Uraian Unsur-unsur Alur:
1). Suspence à Kutipan: “Rahayu
diam tak lagi menggubris permintaan Saidah, ia hanya menghempaskan nafas
perlahan tanda gusar ia dibuat oleh Saidah yang tak juga mengerti bahwa dirinya
tak bisa datang ke sekolah.”
2). Surprise à Kutipan: “…. Saidah dapat
beasiswa pendidikan, kuliah diluar negeri pula Rahayu.”
3). Dramatic ironi à Kutipan: “…..empat tahun
kedepan kau akan jadi sarjana lulusan luar negeri Saidah... ayo Nak maju! beri
semangat teman-temanmu yang lain.”
2.
Tema
Naskah drama yang berjudul “Rahasia Untuk Mamak” karya Rembulan Perak mengandung
tema bahwa doa dari seorang Ibu sangatlah ampuh dan mujarab. Di dalam naskah terdapat
pada dialog, kutipan: “….Lima waktu air
mataku tak pernah surut atas karunia yang diberikan Tuhan pada putri semata
wayangku.”. “….Saidah dapat beasiswa pendidikan,
kuliah diluar negeri pula Rahayu.”
3.
Tokoh dan Penokohan
a. Para Pelaku / Tokoh:
Rahayu : Wanita usia 37 tahun
Saidah : Wanita usia 18 tahun
Aminah : Wanita usia 37 tahun
Kepala Sekolah : Pria usia 45 tahun
b. Penokohan:
1). Tokoh Protagonis: - Rahayu
à Watak à Pekerja keras, keibuan, ibu yang menjadi tulang punggung keluarga, rela
berkorban demi anaknya, baik, bijaksana.
- Saidah à Watak à Anak yang baik, ulet, tekun, rajin, anak yang patuh pada orangtuanya,
pekerja keras, pintar.
2). Tokoh Tritagonis: Aminah à Watak à Baik, motivator bagi tokoh Rahayu, bijaksana.
3). Tokoh Figuran: Kepala
Sekolah à Watak à Bijaksana, baik.
4.
Lattar / Setting
a. Ruang / Tempat: Jembatan
besi, jalan raya, pesawahan, sekolah SMA.
b.
Waktu:
Sore hari, pagi hari, siang hari yang terik matahari.
5.
Amanat
Cita-cita, keberhasilan, dan kesuksesan adalah milik
semua orang. Tidak terbatas pada kondisi ekonomi semata. Meminta, memohon, dan
bergantunglah pada Allah SWT, dengan kita beribadah, berdoa, dan berikhtiar.
Insya Allah semua itu akan terkabul / terwujud.
CERPEN
Tanah merah yang memanas tak terasa di ruas telapak kaki wanita yang telah
menapaki usia diatas kepala tiga. Terhunyun-hunyun lewati jembatan besi usang,
semakin meranggas pula ekor mentari sebabkan lelehan peluh keluar tak beraturan
namun secepat kilat ditepis oleh punggung tangannya yang hitam oleh sengatan
matahari.
Berlari semakin kuat dan cepat seolah kereta listrik mengejar dibelakang.
Hush..hush... Beberapa detik paru bak mengecil tak cukup ruang untuk mengempis
udara. Sementara diingatan sekolebat rintihan terus nampak, "Mak datang
yah Mak...". Hhm, jangan kau minta yang tidak-tidak Nak! tepuk tanganku
tak mampu kenyangkan perutmu.
Saidah menjauh dari tatapan, ia kini bersembunyi dibalik pintu rumah
biliknya. Sedang hati berlirih ungkap apa saja ini nurani, tak terasa juga
cairan putih mengalir dari kelopak mata. Saidah kemudian meringkus semuanya
seorang diri ditemani bayang Ibunda yang tengah berdiri didepan bejana besar.
Tangannya bekerja keras, kayu yang kadang berdentangan dengan dinding-dinding
bejana.
"Pergi saja sendiri Nak, bukankah setiap kali kau begitu?" teriak
Ibunda, tak menahu lelehan air mata sambangi pipi pualam Saidah. Ada yang
Ibunda tak tahu juga Saidah yang bermain rahasia. Mungkin ukiran prestasi telah
kenyang Ibunda terima atas isi kepala cemerlang yang dimiliki ananda tersayang.
Setiap Senin, ia datang dengan kalung bundar bewarna emas yang mengantung di
dada, sewaktu SD Saidah berikan piala lomba membaca puisi, berjalannya waktu
lemari tua tempat menyimpan piring dan gelas telah dirubahnya menjadi tempat
pajangan piala.
"Mak, sekali saja Mamak datang, terakhir Mamak ke sekolahkan waktu
saya SD, sekarang saya sudah kelas tiga SMA. Tahun terakhir saya sekolah"
Malam hari Saidah tak juga habis tenaga untuk bujuk Ibunda. Sekarang giliran
wanita yang disebutnya Mamak beranjak dari hadapan Saidah, ia bersembunyi
menahan kemelut sendu didebar jantungnya. Dari awal Ibunda tahu jika anaknya
memang tak biasa, dikarunia kecerdasan emosional juga intelektula yang tak
dimiliki teman sebayanya di desa ini.
Apapun ditangan Saidah akan miliki harga, daun lontar yang kering
disulapnya menjadi hiasan kerudung menarik, apalagi materi sekolah sejurus
perhatiannya fokus seratuslah nilai yang didapat saat ujuan datang.
****
Pagi tadi Saidah berangkat diantar kicau Cangkurileng sementara Ibunda
seperti biasa telah bekerja di ladang tetangga. Meski dadanya masih dirundung
haru ia tetap melatih sunggingkan senyum. Tak pantas jika teman, guru bahkan
kepala sekolah bersorai gembira sementara dirinya dilanda bisu dan air mata.
"Mengapa kau masih disini Rahayu?" Pertanyaan padanya tak
digubris sepenuh hati, ibunda hanya menengadahkan wajahnya sebentar lalu
kembali bekerja.
"Anakku bilang, Saidah ukir prestasi lagi sekarang"
"Rahayu, aku akan bersyukur jika anakku sepintar Saidah".
"Siapa bilang aku tak bersyukur Min? lima waktu air mataku tak pernah
surut atas karunia yang diberikan Tuhan pada putri semata wayangku. Saidah
warisi kepintaran Ayahnya juga pantang menyerah diriku untuk menyambung hidup
ini. Tapi, pantang menyerah milikku tak akan mampu sempurnakan harapannya. Kau
tahu Min? selepas lulus SMA ini Saidah pasti ingin melanjutkan pendidikannya.
Lalu aku mana mungkin bisa mengabulkannya? setiap hari bertemu nasipun sudah
kami syukuri" Ibunda curahkan gejolak yang tertanam dihatinya dalam waktu
lama ini, tak terhitung hari yang dilewatinya untuk menyimpan semua seorang
diri, terlebih semenjak kekasah tercinta Ayah Saidah alami musibah di
perantauan, tak ada tempat berbagi gelisah selain pada Tuhan Yang Maha Pemurah.
"Hanya itu masalahmu Rahayu? Kau hanya takut tak mampu sekolahkan
Saidah? Hey! cepat susul anakmu disana.. Saidah dapat beasiswa pendidikan,
kuliah diluar negeri pula Rahayu" Genggapam tangan Aminah terasa hangat
disekujur tubuh Rahayu yang membeku. Mata Aminah yang bulat bertemu pandang
dengan lelehan air mata Rahayu. Kemudian keduanya saling peluk.
"Bahkan Rahayu, anakmu bukan hanya membuat bangga dirimu, tapi
seantero kepala yang hidup serba mendusun di kampung ini".
****
Jika tadi matahari tak kunjung berbelas kasihan berikan awan teduhnya, kini
disekolah yang bangunannya diperkirakan tak akan berumur panjang hanya
keajaiban yang membuatnya terus kokoh sebab rusak oleh hujan dan angin kemarau
terasa amat syahdu oleh hati yang membiru.
Ada isakan yang bersumber dari dada kepala sekolah "Anak-anakku,
prestasi Saidah bukan hanya membawanya melayang duduk dipesawat terbang kelak,
tapi disini tempat kaki kalian berpijak diatas tanah sebuah perubahan akan
kalian rasakan, tempat menuntut ilmu yang ala kadarnya dan tak pernah dilirik
pemerintah sekarang menjadi buah bibir, sekolah desa lahirkan siswa berotak
mutiara" tepuk tangan bergemuruh di sekeliling lapangan. Desah angin
menyisir setiap kulit hingga membuat bulu kuduk ikut berdiri. Di tengah berdiri
seorang gadis dengan kerudung putih yang menjelma hendak bewarna gading,
tatapnnya menunduk ke bawah gerimis sudah sedari tadi turun dari langit
matanya, ia tak mampu tegakkan kepala atau melihat kedepan tempat namanya
dielu-elukan oleh para guru.
"Saidah... murid berprestasi... Saidah... ayo maju kedepan, empat
tahun kedepan kau akan jadi sarjana lulusan luar negeri Saidah... ayo Nak maju!
beri semangat teman-temanmu yang lain...."
Pak Guru, engkau tak tahu jika saat ini yang paling membutuhkan semangat
adalah diriku, Mamak dimana Mamak.... Batin Saidah disela air matanya yang
semakin menderas.
"Nak, Saidah... Mamak didepanmu...."
SELESAI
Cerpenku diadaptasi jadi naskah drama sekaligus dibuat analisisnya juga hhm lumayan jadi tahu unsur-unsur yang ada di dalamnya :D, beda bangetkan penulis otodidak sama sekolahan mah, yang nulis sih yaaa tulis saja sesuai imajinasi sementara sekolahan sampai hal terkecil dianalisisnya. hebaaat tepuk tangan!!, betewe yang baik hati cerpenku di buat seperti ini itu Oka, mahasiswa Pendidikan dan Sastra Indonesia semester 4. Sukses untuk Oka semoga nilai UASnya bagus :).