Pages

Ketika Malaikat Menjemput

Minggu, 06 April 2014


“Ayana mah, sikembar sok ngiringan solat No”
“Wah hebat A :D”

Percakapan saya di akun facebook sekitar sebulan yang lalu. Betapa segala urusan hanya Allah yang berhak menentukan. Lelaki itu seorang ayah dari dua putri kembarnya, kami biasa memanggil mereka; Raka dan Rai. Keponakanku yang jarang sekali bertemu, terhitung hari raya idul fitri kemarin pertemuan terakhir kita. 

Menjadi pagi yang berharap hanya mimpi. Sebab Minggu subuh tadi, satu deringan telpon menanarkan air mata. 

                          “Halo No, Bapak nuju aya?”
                          “Nuju dijamban, aya naon Om?”
                “Wartoskeun ka Bapak, Rai putra A Zamzam ngantunkeun ayna nuju di rumahsakit keneh” 

****

Sejak bergelut di rumahsakit, sering saya lihat kematian menjemput didepan mata. Mengawal kepergian nyawa dari menurunnya tekanan darah, munculnya sesak berat, lantas lemah tak berdaya, hingga mereganglah nyawa itu terbang ke langit oleh malaikat yang menjemput. 

Di awal  gelegar getar terasa ketika memperlakukan sebentuk tubuh tak bernyawa sesuai tuntunan sunah Rosul. Membacakan kalimat istirja, menutup kelopak mata, merapatkan bibir mengikat dagu sampai kepala menggunakan perban, melipat tangan lalu meluruskan otot-otot kaki dan kembali mengikatnya. Berjalannya waktu hal yang demikian seolah bukan menjadi hal yang tak biasa. Namun di detik-detik itulah, terlihat betul kerja kerasa para petugas kesehatan. Dokter sampai perawat yang berlari-lari, berpeluh keringat saat melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru), komando-komando dokter pada perawat atau perawat dengan teman sejawatnya disamping itu keluarga pasien yang berharap, berjalan-jalan disekitar ruangan, memegang telpon guna menghubungi sanak saudaranya. 

Tetaplah.. Allah Maha Berkehendak, takdir Dia yang kuasa. Termasuk kepergian Rai yang mendahului kami semua keluarganya. Saya dengan hati perempuannya yang melankolis menerawang bagaimana perasaan Ibu Rai, mungkin beliau amat berharap ini hanya mimpi besok terbangun dan anak kembarnya kembali bersama meramaikan seisi rumah. Pun dengan Raka, apa yang akan Ibu Rai katakan jika kakaknya menanyakan keberadaan adiknya yang biasa bermain bersama. 

Rai... semoga menjadi tabungan kedua orangtunya di akhirat kelak. Ia yang belum terjamah dosa menjadi penolong orangtuanya di hari akhir. Allah telah menyiapkan malaikat untuk mendampingi singgasana Rai atau bidadari yang hangat dan halus perangainya sama dengan ibunya di dunia. 

Mungkin bukan belas kasihan dari orang-orang yang dapat mengeringkan sebersit luka di dada orangtua Rai tetapi do’a berisikan kesabaran yang ampuh menguatkan. Hidup terus berjalan... semua yang terjadi telah menjadi tulisan takdir... 

Semoga Aa dan Teteh orangtua Rai mampu melewati masa-masa ini.

Tidak ada komentar:

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS