Pages

Belajar dari Kaureena

Kamis, 25 Desember 2014

Bismillah..



Malam ini saya ingin memutar ingatan ke belakang, menyamakan keadaan dengan kondisi saya saat ini.

Kurang lebih satu bulan,
kedekatan saya dengan gadis kecil yang baru duduk di bangku PAUD ini terjalin, Kaureena namanya. Kedekatan yang membawa perasaan saya menyadari banyak kekeliruan dalam menghadapi anak-anak.

Kaureena hanya seorang sedang dulu saya membersamai sekitar dua puluh anak. Bermain bersama anak-anak bukan hal baru, sebab selain bertemu di mesjid mereka pun senang datang ke rumah mengajak bermain. Tapi karna lelah habis pulang kuliah atau dinas sering kali saya ucapkan nada pilu pada mereka "Teteh cape.. wios iraha2 deui? engke pan pendak di mesjid" dikatakan begitu mereka ngerti dengan tidak bersuara keras lagi "Teh Enooooo" tapi mereka tak beranjak malah main di teras rumah, tak apalah....

ke dua, seringnya saya ucapkan "ulah bangor..  ulah harereuy wae.. ulah gogorowokan wae... dan ulah bla bla bla yang lainnya"

Encep pernah dengan nanarnya berkata "Teh Eno mah pilih kasih!", saya sedih sekali mendengarnya namun bukankah ucapan anak adalah kejujuran yang sumbernya dari hati?.

kekeliruan saya yang lain adalah tak paham perasaan anak. Keyla yang sering sekali menangis akan diam jika saya hampiri lalu menggendonya tapi itu hanya satu dua kali saya lakukan karena anak yang lain masih menunggu saya dengan harapan ingin cepat pulang, selebihnya saya meminta anak yang lebih besar untuk menenangkan.

Dan, Kaureena.
senyum ceria seperti dia lah yang seharusnya anak-anak dapatkan, perhatian untuk didengar dan kebebasan berexpesi yang harusnya mereka dapatkan pula.

Seharusnya saya dulu tak perlu membawa penggaris kayu yang panjang untuk diketukkan ke atas bor jika mereka sulit dikendalikan, saya hanya perlu menghampiri lalu duduk mendengarkan.

Saya merasa terlambat untuk melakukan itu semua, membuat mereka bahagia selayaknya dunia anak yang penuh warna. Mewujudkan keinginan mereka, memahami yang mereka inginkan bukan hanya saya sendiri yang bahagia atas kedekatan mereka.

Terlebih bagi saya,
yang esok lusa jika Allah mengijinkan ingin sempurnakan dipanggil "Ibu" bukan hanya panggilan "Teh Eno".

Pelajaran berharga...

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS