Pages

Mawar Putih Kharisma

Senin, 20 Januari 2014



Segelas susu panas yang mengepul asap-asapnya ke udara, sore hari dengan rintikan hujannya aku kerjakan tugas Ibu mengantar segelas susu untuk putri cantik penghuni rumah ini. Melewati tangga-tangga berkeramik putih aku sampai di depan kamar Non Sya. Meski kamar menutup namun harum penghuninya telah tercium sampai luar, sedang apakah gerangan orang yang ada di dalam? Pasti sedang melamun, duduk di meja rias yang menghadap ke jendela luar. Setelah mengetuk pintu teriakan pelan menyuruhku untuk masuk. Dengan senang hati Non Sya.

21 tahun usia dia hampir sama denganku bahkan kami kuliah di perguruan tinggi yang sama juga, hanya berbeda jurusan namun kegiatannya sehari-hari sebagai aktivis kampus tak pernah luput dari pandanganku. Non Sya yang cantik ini tergolong mahasiswi yang pandai dan energik, ia supel dan memiliki banyak teman-teman. Satu lagi dia amat agamis, seperti keluarganya yang memegang kokoh prinsip Islam.

Tapi.

Non Sya di kampus dan di rumah amat jauh berbeda. Di rumah ini jarang sekali aku temui dia berada di lingkungan rumah selain di kamarnya sendiri, entah apa yang selama ini terjadi atau mungkin Non Sya mempunyai keingingan hingga dirinya memutuskan untuk mogok bicara pada orangtuanya, husssh! Enggak seperti itu. Aku sering kok lihat Ayah dan Ibunya Non Sya ngobrol, tapi tetep mereka yang datang ke kamar Non Sya. Tidak di ruang keluarga yang lengkap dengan TV home theaternya, sofa empuk bercorak dulmatian, karpet halus anti debu dengan ruangan yang menghadap kolam renang serta kolam ikan transparan karna seluruh bagian ruangan berdinding kaca. Aku saja jika melewati ruang keluarga itu selalu dibuat merinding. Tidak pula di bungalau rumahnya yang anggun itu, hehe kok aku sebut anggun ya? Terus apa lagi yang harus bilang untuk menggambarkannya, bungalau rumah ini adalah bungalau tercantik yang pernah aku lihat. Terdiri dari sebuah tempat menyerupai saung khas orang Sunda yang berbentuk kerang laut tempatnya Jiny Oh Jiny tidur hehe, dengan pengcahayaan yang temaram tak ketinggalan bunga-bunga anggrek yang dibiarkan tumbuh subur namun terawat juga bunga mawar yang semerbak harumnya. Kemudian satu lagi, ikan-ikan koi berukuran sedang dibiarkan menari-nari diakuarium berbentuk oval. Satu akuarium satu ikan koi, berjejer rapi diatas meja-meja yang disediakan. Anggun dan cantik.

  “Non, ini susunya....” Kataku kemudian menyimpan susu panas itu di meja belajar Non Sya.
  “Makasih ya Ra.....” Jawabnya singkat seraya melemparkan senyumnya. Senyuman yang tetap cantik namun tak selepas jika aku bertemu dengannya kala di kampus.
  “Kita jarang ngobrol ya Ra, sini duduk disini....” Non Sya berdiri kemudian mengambil kursi belajarnya. Sekarang kami saling berhadapan di depan jendela kamarnya.
  “Ira, kamu pernah jatuh cinta?” Pertanyaannya kemudian, tak surut senyum dibibirnya.
  “Sekarang juga saya lagi jatuh cinta, Non haha” Jawab aku sumringah supaya tidak terlaku kaku.
  “Kalau Non Sya?”

  ***

Mentari di siang hari meranggas, panas. Pulang sekolah aku tempuh dengan berjalan kaki sejauh 2 kilometer. Ayah menyuruhku menggunakan mobil agar tidak kecapean, tapi buat apa? Kalau kaki masih bisa berjalan. Olah raga alami tolakku. Jilbab putih berbahan polino berhasil serap keringat-keringat yang bersumber dari dasar rambut serta kulit wajahku. Namun tetap saja bau keringat mencuat dari badanku yang kebajiran ini. Memasuki pelataran rumah ada sesuatu yang berbeda, di halaman terdapat seorang lelaki muda tengah bergulat dengan gunting dan pohon bongsai yang dibentuk menyerupai tempat duduk.

Kami saling berpandangan, kemudian cepat aku menunduk dan berlari masuk ke rumah.

Menjelang sore hari lelaki itu belum juga pulang. Ia masih sibuk membentuk pohon bongsai di halaman depan rumah. Aku berpikir bahwa keduaorang tua ku sengaja menggunakan jasanya untuk mendekor taman. Tidak masalah.

Hari berikutnya, lelaki itu bekerja di bungalau. Ia menanam anggrek-anggrek aneka rupa, anggrek ungu, putih, dan anggrek bulan yang cantik. Aku senang melihat tangannya yang cekatan, tidak menjadi masalah baginya karna tangan-tangannya yang kotor akibat berjibaku dengan tanah, ia terlihat begitu menikmati pekerjaannya. Berawal dari ruang keluarga yang transparan aku melihatnya kemudian beranjak pergi ke bungalau untuk melihatnya secara dekat, aku semakin tertarik.

“Namaku Syani, semua orang memanggilku Sya. Abang siapa?” tanyaku memulai percakapan.
“Aku Kharisma, panggil saja Kharis” Ia menjawab tanpa melihat padaku. Dia semakin sibuk dengan pekerjaannya sementara akupun semakin sibuk memperhatikannya. Aku senang melihatnya memejamkan mata ketika menghirup mawar segar yang diambilnya dari toples berair. Tiba-tiba ia mendekat ke arahku dan memberikan mawar itu kehadapanku.
 “Coba cium, harum tidak?” Ucapnya disertai senyum hangat. Aku cepat mengikuti perintahnya kemudian kepalaku mengangguk, pertanda aku setuju dengannya. Mawar yang harum.
 “Aku suka mawar, itu sebabnya aku memilih jadi tukang kebun” Serunya memulai percakapan.
 “Tukang kebun???” Tanyaku tak percaya atas pilihan hidupnya.
 “Iya.. tukang kebun seperti ini Sya. Aku memilih menikmati pekerjaan daripada susah payah membohongi diriku dengan pekerjaan yang tidak aku sukai. Karna aku tidak mempunyai jatah hidup dua kali, nikmati kata hati daripada kata nafsu. Itu bahagia”

Aku tersenyum meski tak sepenuhnya setuju dengan pemikiran dia. Sedang tidak berminat untuk debat seperti aktivitas sehari-hariku yang beberapa kali memenangkan kejuaraan debat antar SMA, biarkan saja mengalir. Aku menikmatinya.

  ***

 “Aku rasa itu cinta pertamaku, Ra....”
 “Terus sekarang gimana?”
 “Ikut, aku Ra....”

Non Sya, memegang pergelangan tanganku. Kami setengah berlari menuruni anak tangga lalu sampai di bungalau. Ditengah rimbunan bunga mawar merah Non Sya berjongkok, lalu membuka beberapa helai tangkai mawar sampai masuk lebih dalam. Rimbunan itu sepenuhnya adalah mawar merah kemudian dua helai tangkai mawar Non Sya patahkan, munculah disana kelopak mawar putih yang tersembunyi. Tinggi mawar putih itu tidak lebih tinggi dari mawar merah, hingga tak bisa terlihat bila tidak benar-benar mencarinya.

 “Lihat itu...”

Non Sya mengarahkan telunjuknya diantara dua helai mawar putih. Tepat diantara mawar putih itu, sebuah tulisan terbaca meski memudar akibat termakan musim.

Setelah ini kau tak akan mendapatiku disini,
Selain mawar-mawar ini yang dapat kau nikmati indahnya...
Cinta itu Sya adalah kemurnian niat,
Diantara lautan mawar merah ini akan hadir warna putihmu
Sebagai pendamaimu, penyempurna hidupmu
Tunggulah


  ***

 “Niatku datang kerumahmu hanya untuk bekerja Sya, besok pekerjaanku selesai dan aku akan kembali pulang”

 Malam ini, cahaya temaram dari rembulan sinari bungalau. Aku dan Kharis duduk dengan pandangan lurus ke depan. Riak-riak cipratan air yang disebabkan oleh sirip ikan koi yang memantul ke aquarium kaca menjadi alunan musik alami yang syahdu. Perasaan tak menentu berkecambuk di dadaku, beberapa jam lagi aku akan kehilangan Kharis. Besok tidak akan aku dapati dia ada di rumah ini lagi, 3 hari yang dilalui meski amat singkat namun menorehkan kenangan khusus di hidupku. Inilah pertama kali aku berbicara dengan lelaki, diusiaku yang ke 18 tahun saat aku duduk di bangku kelas 3 SMA.

 Tesss... air mata tak dapat aku bendung. Lalu, aku memilih berdiri dari dudukku dan berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan Kharis tanpa menolehnya lagi.

 ***

 “Jadi, ini yang membuat Non Sya jarang keluar rumah selain di dalam kamar?”
 “Iya Ra, bahkan ini pertama kalinya aku kembali menginjakkan kaki di bungalau. Aku hanya mampu melihat keindahan ini dari balik jendela kamarku, aku tak mampu melupakan kenangan ini... Kharis masih melekat diingatanku”
 “Tulisan ini aku tahu... karna malam hari sebelum dia pergi. Aku lihat Kharis menuliskannya untukku... tanpa dia tahu aku melihatnya untuk terakhir kali”

Tidak ada komentar:

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS