Pages

Umi, Ijinkan Abi Menjadi Abi Terbaik...

Senin, 20 Januari 2014

  

  Humairah, sini Kak! Beberapa jam lagi kamu punya adik”
 “Laki-laki ya Mi?”
 “InsyaAllah, Humairah ingin adik laki-laki kan?”
 “Iya Mi... nanti Humairah kasih nama Ismail, boleh yah?”
 “Boleh-boleh, Humairah bicarain saja sama Abi....”
 “Loh kok, Uminya kemana emang?”
 “Kan Umi mau lahirin adik bayinya....”       

Malam ini istrikku masuk rumah bersalin, Salma akan melahirkan bayi kedua kami yang konon katanya berjenis kelamin lelaki. Humairah putriku sangat senang mendengar kabar itu, 9 bulan ini bidadari-bidadari ku dilanda perasaan bahagia dan tak sabar menunggu hari ini. Termasuk denganku yang sekarang sedang menunggu proses persalinannya, Salma minta ditemani meski sejujurnya aku memiliki fobia dengan darah. Kepalaku akan mendadak sakit kalau mencium dan melihat darah dalam waktu lama, maka dari itu saat Salma melahirkan Humairah aku terpaksa absaint dari permintaan istriku.

Persalinan Salma memasuki kala II, setelah kala I melewati pembukaan lengkap. Beberapa kali bidan dan dokter melakukan pemeriksaan dalam, terlihat sekali bahwa Salma kurang nyaman dengan pemeriksaan itu karena wajahnya selalu meringis namun jika aku bertanya keadaanya, ia hanya minta agar aku membacakan solawat. Kini, salma sudah mulai meneran, ia tampak kesakitan dengan keringat yang bercucuran membasahi keningnya. Ia menarik nafas dalam kemudian mengeluarkannya disertai tenaga kuat, sampai disini aku dapat melihat kepala putraku. Rambut-rambut halusnya tertutupi cairan menyerupai lendir dan darah, bentuk kepalanya tidak bulat utuh. Rasa bahagia mulai menyeruak penuhi dada, aku pegang tangan Salma. Ia meneran semakin kuat tidak menyerah dengan rasa sakit, sesekali takbir ia kumandangkan sebagai penguat. Aku jadi ingat saat dulu memohon maaf karena tidak mampu memenuhi permintaannya, Salma berkata “Tidak apa-apa Bi, ada Allah sebagai penguatku”. Kini rasanya aku sukses menjadi lelaki paling pengecut di dunia ini, istriku mempertaruhkan nyawa, melawan rasa sakit demi kebagiaanku untuk mendapatkan seorang putra sementara aku? Ia aku bersembunyi dibalik rasa takutku oleh darah.

Tidak lama setelah kepala yang keluar kini seluruh badan bayiku sempurna terlahir kedunia, sang dokter memotong tali pusar kemudian memperlihatkan karunia Allah itu kepada aku dan Salma yang tergeletak lemas.

 “Bapak, Ibu... Allhamdulilah, bayinya lelaki....”
 “Allahu Akbar!” Takbirku memuji keberasanNya.

Seorang bidan yang lain datang dan membawa putra kami keluar ruangan, sekarang yang ku lihat selanjutnya adalah proses pengeluaran plasenta. Perut Salma ditekan kuat-kuat oleh bidan sementara dokter memasukan tangannya ke dalam lubang vagina, ia menarik plasenta keluar kemudian membersihkan rahim dengan menggunakan kasa steril. Ini penting di lakukan sebab apabila ada bagian plasenta yang tertinggal akan menyebabkan infeksi bahkan lebih parah lagi yakni kanker. Dalam proses ini tidak henti-hentinya Salma meringis, ia menggigit bibir bawahnya serta menarik nafas dalam, sementara tangannya memegang pergelangan tanganku erat sekali.

 “Semua lengkap” Seru bidan yang memeriksa plasenta.
 “Pak, tadi Bu Salma kami lakukan episiotomy untuk memudahkan jalan lahir, maka dari itu sekarang kami akan melakukan hackting atau penjahitan luka episiotomy”

Aku sedikit terperangah, jadi belum selesai pengorbanan Salma? Istriku masih harus merasakan rasa sakit jahitan di kulitnya?.

Terlalu lama aku terperangah hingga tanpa menunggu persetujuanku pun dokter lantas menyiapkan jarum yang menyerupai kaitan untuk memancing ikan disertai benang bewarna merah. Sementara aku mencari obat bius, kenapa tidak juga diberikan pada Salma?.

 “Tidak memakai obat bius Pak karena akan memperlama proses penyembuhan luka” Jelas seorang bidan yang menangkap expresi kebingunganku.
 “Ya Allah... ampuni hamba....” Lirih Salma menahan rasa sakitnya semenara jarum serta benang terus meliuk-meliuk di kulit Salma.
 “Asyahdualaillaha illaullah wa asyhaduanna muhammadarrasulullah...”
“Allahummasholli alaa Muhammad wa alaa ali Muhammad”

****

Dokter memberikan bayi merah kami kepelukan Salma untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Salma berikan colostrum terbaiknya yang banyak mengandung manfaat, salah satunya untuk fungsi kekebalan tubuh bayi setelah sebelumnya aku tunaikan kewajiban mengadzani putra kami. Embun bening menetes dipelupuk mata Salma, ia ciumi bayi yang masih bewarna merah itu, raut wajah Salma bahagia begitupun dengan Humairah yang kini sudah duduk diantara kami.

“Umi.. adik namanya Ismail kan? Abi boleh yah?” Tanya Humairah seraya menatap mataku penuh harap.
 “Iya Humairah sayang... adik namanya Ismail biar memiliki hati yang ikhlas dan sabar juga kuat seperti Nabi Ismail yang dibawa Siti Hajar ke tengah gurun dan selama berhari-hari tidak mendapatkan minum”
“Aamiin...” Aku mengaminkan do`a istriku.
“Umi... ada darah!”

Humairah berteriak histeris, rasa suka yang tengah melanda seisi ruangan mendadak sirna tergantikan oleh kepanikan. Dari awal Salma tidak merasakan adanya pendarahan, sementara darah semakin banyak keluar dan membasahi separuh sepray tempat tidurnya. Aku cepat memanggil dokter, usaha untuk menghentikan pendarahanpun dilakukan semaksimal mungkin. Humairah menangis saking panik melihat kondisi Uminya.
50 menit terlalui, keadaan Salma sudah sangat melemah karena pendarahan yang tak juga berhenti. Wajahnya sudah pucat pasi, untuk berbicarapun tampaknya ia kesulitan. Salma hanya mampu menggumam-gumamkan bibirnya, ia berdzikir, beristigfar, memuji-muji kebesaran Allah dan bersolawat.

“Abi... Abi maafkan Umi yah, Abi ridho?” Ucap Salma ditelingaku, ia menatap aku dan Humairah kemudian tangannya berusaha meraih wajah Humairah, Salma belai pipi Humairah yang telah terbanjiri air mata.
“Jaga Ismail yah.. maafkan Umi....” 

****

5 tahun menjalani hidup bersama kini aku harus ikhlas melepas kepergian perempuan tercintaku menghadap keharibaan Tuhan Yang Maha Esa. Benar orang bilang, mencinta berarti harus siap merasakan kehilangan. Allah, aku mencintai dia karenaMu maka saat separuh jiwaku Engkau ambil tak ada daya upaya yang bisa aku lakukan selain ridho atas takdirMu.

Ismail sedang tidur nyenyak sekarang, setelah sebelum tidur ia meminum air ASI yang aku dapatkan dari teman-teman aku dan Salma yang sedang menyusui. Ini sesuai harapan Salma jika anak-anaknya harus mendapatkan ASI esklusif. Allah telah memudahkan jalan ini dengan pelantara kebaikan hati teman-teman kami hingga akhirnya Ismail bisa meminum ASI meski bukan bersumber dari ibu kandungnya.

Ketegaran kami selalu pupus jika waktu sepertiga malam tiba. Aku dan Humairah terbisa bangun dan mengerjakan salat qiyamu lail, setelahnya kami berdo`a dengan do`a yang dilantunkan kemudian saling mengaminkan. Hanya dalam keadaan ini, kami bisa sama-sama melepas gejolak di dada, mengungkap rindu yang tertabung dengan obat saling menguatkan. Seperti saat ini, dari rakaat pertama Humairah sudah tidak bisa menahan air matanya sampai disaat berdo`a aku menyuruh ia untuk berdo`a terlebih dahulu.

“Ya Allah... aku rindu Umi.....”
Tak ada lagi kata-kata yang keluar dari bibirnya selain ia berhambur ke pelukanku.
 “Ya Allah, jadikan anak-anakku menjadi anak yang sabar dan kuat, solih-solihah serta ikhlas terhadap takdirMu...”
 “Umi, ijinkan abu menjadi abi terbaik untukmu..untuk anak-anak kita....”

  ****

Tidak ada komentar:

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS